Sabtu, 24 Desember 2011

AKSARA LONTARA

Posted by PMTS Makassar 07.02, under | No comments

Daeng Pamatte’ lahir di Kampung Lakiung (Gowa). 
Beliau adalah salah seorang tokoh sejarah Kerajaan Gowa yang tidak dapat dilupakan karena karya besar yang ditinggalkannya. Bagi masyarakat Sulawesi Selatan.
Menyebut nama Daeng Pamatte’, orang lantas mengingat karyanya yaitu Aksara Lontara. Dia dikenal sebagai pencipta Aksara Lontara dan pengarang buku Lontara Bilang Gowa Tallo. Pada masa Kerajaan Gowa diperintah Raja Gowa ke IX Karaeng Tumapa’risi Kallonna.
Pada Masa Itu Daeng Pamatte’ sebagai seorang pejabat yang dikenal karena kepandaiannya. Tidak heran apabila ia dipercaya oleh Baginda untuk memegang dua jabatan penting sekaligus dalam pemerintahan yaitu sebagai “sabannara” (syahbandar) merangkap “Tumailalang” (Menteri Urusan Istana Dalam dan Luar Negeri) yang bertanggung jawab mengurus kemakmuran dan pemerintahan Gowa.


Lahirnya Aksara Lontara

Lahirnya karya bersejarah yang dibuat “Daeng Pamatte” bermula karena ia diperintah oleh Karaeng Tumapa’risik Kallonna untuk mencipta hurup Makassar. Hal ini mungkin didasari kebutuhan dan kesadaran dari Baginda waktu itu, agar pemerintah kerajaan dapat berkomunikasi secara tulis-menulis, dan agar peristiwa-peristiwa kerajaan dapat dicatat secara tertulis.

Maka Daeng Pamatte’ pun melaksanakan dan berhasil memenuhinya. Dimana ia berhasil mengarang Aksara Lontara yang terdiri dari 18 huruf . 

Lontara Jangang-Jangang (burung).
Ciptaan Daeng Pamatte ini dikenal dengan istilah Lontara Tua (het oude Makassarche letters chrif) dan disebut Lontara Jangang Jangang karena bentuknya seperti burung. Jenis aksara Lontara yang pertama sebagaimana disebutkan diatas adalah Lontara Jangang-Jangang atau Lontara Tua. Aksara itu tercipta dengan memperhatikan bentuk burung dari berbagai gaya, seperti burung yang sedang terbang dengan huruf “Ka” burung hendak turun ke tanah dengan huruf “Nga”, bentuk burung dari ekor, badan dan leher dengan lambang huruf “Nga”. Lontara Jangang-Jangan ini digunakan untuk menulis naskah perjanjian Bungaya.

Lontara Bilang
Kemudian Lontara Jangang-Jangang ini, mengalami perkembangan dan perubahan secara terus menerus sampai pada abad ke XIX. Perubahan huruf tersebut baik dari segi bentuknya maupun jumlahnya yakni 18 menjadi 19 dengan ditambahkannya satu huruf yakni “ha” sebagai pengaruh masuknya Islam. (Monografi Kebudayaan Makassar di Sulawesi Selatan 1984 : 11). Kemudian akibat dari pengaruh Agama Islam sebagai agama Kerajaan Gowa, maka bentuk huruf pun berubah mengikuti simbol angka dan huruf Arab, seperti huruf Arab nomor 2 diberi makna huruf “ka” angka Arab nomor 2 dan titik dibawak diberi makna “Ga” angka tujuh dengan titik diatas diberi makna “Nga”, juga bilangan arab lainnya yang jumlahnya 18 huruf . Aksara Lontara ini disebut juga Lontara Bilang-Bilang (Bilang-Bilang = Hitungan). Lontara Bilang-Bilang ini diperkirakan muncul pada abad 16 yakni pada masa pemerintahan Raja Gowa XIV Sultan Alauddin (1593-1639). 


Lontara Belah Ketupat 
Dalam perkembangan selanjutnya, terjadi lagi perubahan (penyederhanaan) dengan mengambil bentuk huruf dari Belah Ketupat (Sulapa Appa). Siapa yang melaksanakan penyederhanaan Aksara Lontara : 
  • Menurut HD Mangemba, tidaklah diketahui tetapi berdasarkan jumlah aksara yang semula 18 huruf dan kini menjadi 19 huruf, dapat dinyatakan bahwa penyederhanaan itu dilakukan setelah masuknya Islam. Huruf tambahan akibat pengaruh Islam dari bahasa arab tersebut, huruf “Ha”. 
  • Menurut Mattulada berpendapat bahwa justeru Daeng Pamatte jugalah yang menyederhanakan dan melengkapi lontara Makassar itu, menjadi sebagaimana adanya sekarang


Dari ke-19 huruf Aksara Lontara itulah, kemudian dalam perkembangannya untuk keperluan bahasa ditambahkan empat huruf, yaitu ngka, mpa, nra dan nca sehingga menjadi 23 huruf sebagaimana yang dikenal sekarang ini dengan nama Aksara Lontara Belah Ketupat.

0 komentar:

Posting Komentar